Archive | Desember 2011

Cara Mengajar Matematika, Bagaimana?

Oleh: Al Jupri

Bagaimana sih cara mengajar matematika itu? Bila pertanyaan ini diajukan ke guru matematika, tentunya akan dapat jawaban berdasarkan pengalamannya. Bila pertanyaan ini diajukan pada guru, yang bukan guru matematika, kemungkinan besar masih dapat jawaban juga berdasarkan pengalamannya mengajar bidang lain (ia akan mereka-reka, menganalogikan cara mengajarnya pada cara mengajar matematika). Namun, bila pertanyaan ini diajukan ke sembarang orang yang bukan guru, apa jawabannya? Tentunya mereka juga bisa menjawab berdasarkan pengalamannya ketika menjadi siswa di sekolah. Pertanyaan ini hampir mustahil bisa dijawab oleh orang yang sama sekali tak pernah sekolah atau mengenyam pendidikan, mereka ini hampir dipastikan tak kenal dengan “mahluk” yang namanya matematika.

Baiklah, bila pertanyaan itu diajukan ke saya. Apa jawaban saya? Sebentar, sebelum saya jawab, saya akan menjawab pertanyaan ini dengan memposisikan diri sebagai: (1) siswa yang pernah belajar matematika, ini bagian yang akan paling sering saya gunakan untuk menjawab karena saya pernah belajar matematika sejak SD; dan (2) guru, yang pernah belajar mengajar matematika.

Jawaban saya itu begini. Hingga saat ini, kata beberapa literature dan para ahli, tak ada cara terampuh yang dapat digunakan untuk mengajar matematika secara efektif. Cara apapun yang digunakan ada kelebihan dan ada kelemahannya. Yang saya maksud “cara mengajar” di sini bisa meliputi metoda/teknik mengajar atau pun pendekatan mengajar (lebih tepatnnya pembelajaran). Apa itu saja jawaban saya terhadap pertanyaan tersebut? Baca lebih lanjut

Master & Doctoral Scholarships, Ulsan National Institute of Science and Technology (UNIST), Korea

School of Electrical and Computer Engineering

 

 

 

  • Computer Systems & Networks
  • Theoretical Computer Science
  • Applied Computing
  • Communication, Control, & Signal Processing
  • Analog, Digital & RF Circuit Design
  • Electronic Devices & Materials
  • Plasma & Vacuum Electronics

School of Mechanical and Advanced Materials Engineering Baca lebih lanjut

Beasiswa S1 & S2, National Champion Scholarship, Tanoto Foundation, Indonesia

Didirikan pada tahun 2001 oleh Sukanto dan Tinah Bingei Tanoto, Tanoto Foundation memfokuskan pada solusi kemiskinan antar generasi melalui perbekalan kesempatan pendidikan bagi generasi mendatang, memperkuat keluarga dan nilai-nilai sosial melalui perbaikan mata pencaharian dan program pemberdayaan bagi orangtua, serta membangun platform bagi lingkungan sekitar seperti akses ke air bersih dan sanitasi yang baik.

NATIONAL CHAMPION SCHOLARSHIP 2012 / 2013

Tanoto Foundation kembali membuka peluang beasiswa strata 1 (S1) dan strata 2 (S2) kepada putra/putri calon pemimpin bangsa yang berprestasi namun memiliki keterbatasan finansial untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.

Pendaftaran National Champion Scholarship 2012/2013 berlangsung pada 10 Desember 2011 – 31 Januari 2012 dengan melengkapi registrasi online.

Persyaratan umum calon penerima beasiswa adalah sebagai berikut: Baca lebih lanjut

Beasiswa “Debt Swap” Indonesia-Jerman

Meski baru akan dibuka pada Februari 2012 mendatang, ada baiknya bagi Anda yang tengah berburu beasiswa mempersiapkan diri untuk mendapatkan peluang studi ke Jerman yang satu ini! Namanya, program “debt swap”. Program ini merupakan program pengurangan jumlah utang luar negeri Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengajukan usulan Debt Swap VII (Program Beasiswa IGSP : Indonesian-German Scholarship Program) dengan tujuan untuk meningkatkan mutu Perguruan Tinggi di Indonesia dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM). Program Debt Swap I dan II telah dilaksanakan sebelumnya dalam sektor pendidikan, tepatnya di bidang pendidikan dasar dan rehabilitasi sarana sekolah.

Apa saja fokus kajian beasiswa ini? Baca lebih lanjut

Matematikawan muda asal Indonesia

Artikel di bawah ini saya ambil dari MILIS Fisika Indonesia. Saya letakan di blog ini agar kita selalu bisa belajar dari pengalaman orang lain dan bisa menggali yang terbaik dari orang lain untuk mengimprove diri kita. Sukses buat Mas Hadi Susanto 😉

Sekedar informasi :

Hadi Susanto adalah matematikawan Indonesia alumni dari ITB dan melanjutkan studi Doktoral bidang Matematik di University of Twente. Sejak januari 2008 menjadi staf pengajar di University of Nottingham, Inggris. Baca lebih lanjut

Interval Arithmetics and Interval Newton Method

Interval Arithmetics

Interval arithmetic, interval mathematics, interval analysis, or interval computation, is a method developed by mathematicians since the 1950s and 1960s as an approach to putting bounds on rounding errors and measurement errors in mathematical computation and thus developing numerical methods that yield reliable results. Very simply put, it represents each value as a range of possibilities. For example, instead of estimating the height of someone using standard arithmetic as 2.0 meters, using interval arithmetic we might be certain that that person is somewhere between 1.97 and 2.03 meters.

Whereas classical arithmetic defines operations on individual numbers, interval arithmetic defines a set of operations on intervals:

T · S = { x | there is some y in T, and some z in S, such that x = y · z }.

The basic operations of interval arithmetic are, for two intervals [a, b] and [c, d] that are subsets of the real line (-∞, ∞), Baca lebih lanjut

Karakter Pembelajaran Abad 21 vs. Pembelajaran PMRI

Belajar Geometri melalui Telur Unggas

Pada hari Senin, 28 November 2011 yang lalu, kami mengikuti perkuliahan Introduction to RME yang dibimbing oleh Prof Zulkardi, salah satu tokoh P4MRI dari UNSRI-Palembang. Dalam perkuliahan tersebut, Prof Zulkardi memberikan kami tugas untuk menyusun puzzle, yang berupa potongan dari sebuah telur. Kami yang terdiri dari 15 mahasiswa dibagi kedalam 5 kelompok, yang masing-masing beranggotakan 3-4 orang. Tiap kelompok mencoba untuk menyusun dan kemudian menganalisis permainan ini.  Inti dari permainan puzzle ini adalah untuk menyusun potongan telur sehingga membentuk unggas yang sesuai dengan gambar yang diberikan. Oleh karena itulah, permainan ini diberi nama hatching the egg– menetaskan telur.

Hatching The Egg

Pada dasarnya, konsep pembelajaran menggunakan puzzle ini sama dengan konsep pembelajaran dengan menggunakan tangram yang mana sudah pernah kami pelajari dan susun bersama pada pertemuan sebelumnya. Hanya saja tingkat kesulitan menyusun puzzle telur ini lebih tinggi dibanding menyusun tangram yang lalu. Hal ini dikarenakan bentuk bangun datar hasil potongan puzzle telur lebih rumit daripada potongan tangram, yang notabene merupakan bangun datar sederhana (persegi, segitiga, dan jajar genjang) dan banyak potongan yang lebih banyak dibanding tangram. Puzzle telur terdiri dari 10 potongan bangun datar sedangkan tangram terdiri dari 7 potongan bangun datar.

Permainan ini merupakan salah satu contoh model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran abad ke-21,yaitu:

  1.  Adanya communication dalam tiap kelompok. Komunikasi yang terjadi meliputi pembagian tugas,  adu argumentasi/pendapat tentang bentuk susunan puzzle sudah sesuai dengan gambar yang diinginkan atau belum, dan juga dibuktian susunan yang terbentuk telah sesuai.
  2. Collaboration (team work). Pada dasarnya melelui komunikasi yang terjadi, maka disanalah proses kolaborasi/ kerjasama dalam tim terwujud. Dengan adanya komunikasi yang baik di dalam tim maka proses kerjasama tim akan berjalan dengan baik.
  3. Critical thinking and problem solving.Pada dasarnya permainan ini merupakan salah satu cara untuk mempelajari geometri, namun dengan tingkatan yang lebih tinggi daripada sekadar pengenalan bentuk  bangun datar saja. Melalui permainan ini, siswa akan dituntut berpikir kritis dan belajar memecahkan masalah. Dari proses inilah, karakter siswa untuk dapat berpikir, bernalar, dan memecahkan masalah dapat terbentuk.
  4.  Creativity and innovation. Salah satu kelebihan dari permainan ini juga untuk meningkatakan kreativitas dan inovasi kelompok dalam proses pemecahan masalah. Misalnya, pada umumnya seseorang/ suatu kelompok dalam menyusun puzzle akan mencoba-coba secara acak dan kemudian menebak-nebak begitu saja hingga akhirnya terbentuklah gambar yang diinginkan. Hal ini tentunya akan membutuhkan waktu yang lama. Namun salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil susunan dengan lebih cepat adalah dengan menggambar gari-garis bantu pada pola unggas terlebih dahulu dengan pola potongan-potongan dari telur. Kemudian barulah kita susun dan mencoba mengubah di beberapa bagian saja.

Dari 4 karakteristik pembelajaran pembelajaran di abad 21 diatas, dapat kita generalisaikan dalam lima karakteristik pembelajaran dengan pendekatan PMRI dan dapat dijabarkan sebagai berikut :

  1. Phenomenological exploration or the use of contexts (menggunakan masalah kontekstual). Dalam pembelajaran Hatcing the eggs menggunakan masalah kontekstual. Masalah kontekstual disini adalah proses menetasakan telur unggas. Secara jelas proses menetasnya telur unggas pernah dilihat/diamati oleh siswa. Masalah kontekstual ini merupakan titik tolak dimana pembelajaran matematika yang kita inginkan dapat muncul.
  2. The use of the models or bridging by vertical instruments (menggunakan model). Oleh karena pembelajaran matematika itu kadang butuh waktuh yang panjang dan sering bergerak dalam berbagai abstraksi maka dalam abstraksi ini perlu digunakan model. Model yang digunakan ini bertujuan sebagai jembatan dari konkret ke abstrak atau dari abstrak ke abstrak lain. Namun tentunya ada beberapa masalah konteks yang tidak dapat kita perlihatkan dengan model yang riil. Salah satunya adalah konteks menetaskan telur ini, kita pastinya sulit untuk membawa dan menghadirkan telur yang akan menetas. Sehingga perlu adanya model yang lain, yang sama-sama dapat mewakili kondisi atau masalah riil yang ada. Model yang digunakan dalam pembelajaran Heatcing the eggs ini adalah menyususn potongan puzzle dari telur menjadi gambar salah satu jenis unggas (ayam, bebek atau burung).
  3. The use of the students own productions and constructions or students contribution (menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa). Proses pembeljaran ini menuntut kontribusi yang besar dari siswa dimana dalam menyusun puzzle dari telur membentuk gambar salah satu unggas. Siswa berupaya untuk memecahkan masalah dengan cara mereka sendiri dalam menyususn potongan puzzle. Jawaban siswa juga tidak dibatasi, semua jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan dan jelas dihargai oleh guru.
  4. The interactive character of the teaching process or interactivity (interaktivitas). Dalam pembelajaran ini jelas terlihat interaksi baik antar siswa dan siswa maupun antara siswa dan guru yang berperan sebagai fasilitator. Guru mencoba menbantu dengan memberikan gambar salah satu contoh dari potongan puzzle yang telah dibentuk menjadi burung dan siswa disemangati untuk mencari model-model unggas yang berbeda. Dalam proses pembelajaran siswa saling berdiskusi, saling memberikan penjelasan, membangun kerja sama, dan saling menilai dan memberi masukan.
  5. The intertwining  of various learning strands (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya). Hubungan pembelajaran hatcing the eggs dengan karekteristik kelima ini adalah ada keterkaitan antara pembelajaran matematika dengan pembelajaran sains dimana siswa tidak saja belajar memecahkan masalah lewat menyusun puzzle tetapi siswa juga dapat belajar geometri dimana ada beberapa bangun seperti segitiga dan juring lingkaran.

Decimal and Fraction

History of decimal fractions

According to Joseph Needham, decimal fractions were first developed and used by the Chinese in the 1st century BC, and then spread to the Middle East and from there to Europe.The written Chinese decimal fractions were non-positional. However, counting rod fractions were positional.

Qin Jiushao in his book Mathematical Treatise in Nine Sections (1247) denoted 0.96644 by

, meaning

096644

Immanuel Bonfils invented decimal fractions around 1350, anticipating Simon Stevin, but did not develop any notation to represent them.

The Persian mathematician Jamshīd al-Kāshī claimed to have discovered decimal fractions himself in the 15th century, though J. Lennart Berggren notes that positional decimal fractions were used five centuries before him by Arab mathematician Abu’l-Hasan al-Uqlidisi as early as the 10th century.

Khwarizmi introduced fractions to Islamic countries in the early 9th century. His representation of fractions was taken from traditional Chinese mathematical fractions. This form of fraction with the numerator on top and the denominator on the bottom, without a horizontal bar, was also used in the 10th century by Abu’l-Hasan al-Uqlidisi and again in the 15th century work “Arithmetic Key” by Jamshīd al-Kāshī.

A forerunner of modern European decimal notation was introduced by Simon Stevin in the 16th century.[1]

To write a decimal fraction, we use a decimal point. A decimal point is a fraction whose denominator s 10 or a power of 10. In decimal, the dot separated the whole numbers part from the fractional part is called the decimal point. In decimal numbers, the number of digits after the decimal point shows the number of decimal places. The number of decimal places corresponds to the number of zeros in the denominator.[2]

Now, let us study how to read decimals number. It is not a difficult thing to read it, you just need to read the numbers before the point, the point, and then read each number followed one by one.

For example:

13.7 (thirteen point seven)

6. 81 (six point eight one)

Converting between decimals and fractions

To change a common fraction to a decimal, divide the denominator into the numerator. Round the answer to the desired accuracy. For example, to change 1/4 to a decimal, divide 4 into 1.00, to obtain 0.25. To change 1/3 to a decimal, divide 3 into 1.0000…, and stop when the desired accuracy is obtained. Note that 1/4 can be written exactly with two decimal digits, while 1/3 cannot be written exactly with any finite number of decimal digits.

To change a decimal to a fraction, write in the denominator a 1 followed by as many zeroes as there are digits to the right of the decimal point, and write in the numerator all the digits in the original decimal, omitting the decimal point. Thus 12.3456 = 123456/10000.[3]

Exercise: Read Out The Following Numbers And Operation!

2.25

765.371

0. 678

9 ÷ 4.5 = 2

6.5 × 42.6 = 276.9


[2] Roza, Yenita dan Arisman Adnan. 2006. English for Basic Mathematics. Cendikia Insani Pekanbaru.